Halo, Frasaders!
Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan sebelumnya, yakni Budaya, Bahasa, dan Metafora - Bagian #1.
Satu cara yang digunakan untuk memikirkan tentang pengetahuan dalam kepala kita adalah dengan menggunakan metafora bahasa. Metafora memberi kesan bahwa ketika kita mempelajari sesuatu terdapat sebuah kalimat dalam kepala kita yang merepresentasikan pengetahuan itu. Metafora diibaratkan sebagai sebuah neuron yang menempati sebuah layer, yang kemudian dapat bertumbukan dengan metafora lainnya.
Neural metaphore digunakan untuk menggambarkan pengetahuan.
Seperti halnya neuron, pengetahuan bekerja dalam jaringan yang terhubung pada
unit-unit proses sederhana. Lapisan Sensory Neurons, diaktifkan
oleh particular features of the world (seperti Bau asap rokok). Lapisan Motor
Neurons dihubungkan pada otot dan kelenjar sel untuk mengirim sinyal
yang kemudian menuntun pada tingkah laku dan perasaan. Lapisan Interneurons, mengombinasikan
sinyal dari sekitar 100.000 neuron lainnya dan belajar untuk
bertindak lagi pada kombinasi kompleks yang istimewa. Pengetahuan
yang direpresentasikan melalui metafora itu dapat terdiri dari banyak metafora
yang kemudian saling bertumbukan dalam suatu layer yang sama kemudian membentuk
suatu metafora baru yang menggambarkan suatu kebudayaan. Proses tersebut
digambarkan dalam dua teori yakni metafora bahasa (sebagai proses simbolik) dan
metafora neural (sebagai connectionist).
Seperti halnya metafora “cinta sebagai sesuatu
yang manis” menggambarkan pengetahuannya melalui pilihan kata-kata seperti ”I
love my honey”, “she’s my sweetheart”, dll. Metafora tersebut tidak
hanya terdapat dalam kebudayaan masyarakat Inggris tetapi juga di Changa,
sebagai bahasa di Tanzania, menggambarkan cinta sebagai suatu makanan yang
manis “sweet food”, sehingga terdapat bentuk “does she taste
sweet?”, “she tastes sweet as sugar honey” (Emantian 1995: 168).
Metafora-metafora tersebut mewakili budaya yang ada pada masyarakat yang
menggambarkan suatu perasaan cinta sebagai sesuatu yang baik, manis, dan
menyenangkan. Setiap budaya memiliki peribahasa, aphorisms, dan
tuturannya sendiri, terbangun melalui kode etnik yang kemudian disebut dengan “folk
wisdom”.
Metafora digunakan oleh masyarakat sebagai
bentuk komunikasi yang kemudian membentuk pola makna tersendiri, satu metafora
dapat menunjukkan makna yang lain, dan satu metafora dapat ditunjukkan melalui
makna yang lainnya pula. Keberadaannya sangat dipegaruhi oleh keadaan situasi.
Sehingga, mempelajari metafora adalah hal yang penting dalam mempelajari
kebudayaan.
Komentar
Posting Komentar